Saturday, October 01, 2011

(hanya lewat) di perkebunan teh Cisaruni - Garut

Setelah seminggu libur lebaran di kampung halaman, akhirnya saya harus kembali menjalani rutinitas bersama hari yang panas di Jakarta. Panas dan berdebu, jika seminggu saja kamar kost-ku tidak kubersihkan, bisa dipastikan debu akan memenuhi meja komputer, meja dispenser dan setiap sudut kamar kostku yang pengap. Kipas angin yang ada di kamar kost siang malam juga tidak pernah mati, padahal jika saya sedang di kampung halaman, saya paling alergi dengan benda yang bernama kipas angin.

Terkadang saat saya "menikmati" panasnya udara Jakarta, saya jadi ingat dengan beberapa tempat yang memiliki hawa dingin dan udara masih segar. Salah satu tempat itu adalah perkebunan teh Cisaruni - kabupaten Garut, Jawa Barat. Letaknya di daerah Cikajang, perjalanan sekitar setengah jam dari kota Garut menuju daerah Pameungpeuk.



Tujuan saya sebenarnya adalah daerah Pameungpeuk tersebut, lewat daerah Cikajang merupakan akses termudah kalau dari arah Bandung. Dari beberapa kali perjalanan, saya selalu menyempatkan diri untuk berhenti sekedar foto-foto ataupun hanya memandang keindahan perkebunan tersebut. Pemandangan alami pegunungan ditambah udara segar khas daerah Jawa Barat, benar-benar tempat sempurna menurut saya untuk melepas penat perjalanan. 

Apalagi dari beberapa kali perjalanan, kebetulan saya lewat daerah tersebut saat sore hari dan pagi hari. Saat matahari masih condong, momen yang tepat untuk menikamati keindahaan perkebunan tersebut. Pernah sekali saya lewat pada malam hari, lalu di tengah perjalanan sengaja kami mencari warung kopi untuk menghangatkan badan kami yang menggigil. Ternyata ada sensasi tersendiri saat minum kopi di pinggir jalan   sambil membuat api unggun asal jadi yang diselingi obrolan ringan bersama rekan-rekan kerja.

Tapi sebaiknya anda tidak mencoba lewat daerah tersebut pada malam hari, karena setelah lewat perkebunan tersebut anda akan lewat daerah yang warga setempat menyebutnya "Hutan Gelap". Bukan hanya benar-benar gelap karena tidak ada satupun lampu jalan yang menerangi, tapi menurut warga sekitar sering ada kejadian "mistis" yang menimpa warga ataupun pengguna jalan. Konon daerah tersebut merupakan tempat pelarian Prabu Siliwangi menjelang akhir-akhir masa kekuasaanya. 

Tapi apapun yang terjadi, menurut saya perkebunan Cisaruni tetap menjadi salah satu tempat paling indah yang pernah saya kunjungi. Bukti kebesaran dari sang Pencipta alam semesta dan seluruh isinya. 





Wednesday, August 17, 2011

Pertengahan Agustus

hari ini,
setahun kemarin aku berencana untuk pulang
mungkin perjalananku sedang lewat daerah Pekalongan,
bukan..bukan...tapi baru sampai Subang
berselimut tebal karena dinginya AC dalam bus

saat aku sampai rumah nanti,
banyak kawan dan kerabat yang ingin kukunjungi
lalu menikmati lembab udara malam,
berbincang tanpa peduli urusan orang
sambil tertawa dalam aroma teh khas kotaku

rencananya tak lagi kudengar suara bising snaper
ataupun orang yang berlari-lari mengejar laju konveyor
rencananya tak lagi kuhirup nanar udara khas pabrik,
tak lagi kulihat selokan kotor kota ini
rencananya...yaaa, rencananya.....


lihatlah sekarang...
laju hidup rupanya tak kuasa kubendung
dan akupun masih disini
masih tetap menghitung jam dan kalender,
dengan irama langkah yang sama

tidak...tidak.....
aku tidak sedikitpun menyesal dengan keputusan ini
mungkin masih banyak yang harus kupelajari disini
hidup memang selalu tentang keputusan
dan kurasa,
memang ini yang terbaik

aku akan tetap mengambil hikmah dari ini semua
rencanaku masih tetap setahun lagi,
karena itu semua juga rencana apalagi.....




Friday, July 15, 2011

semak sepi jalur sungai Musi

Tak terasa hampir setahun saya bekerja di pabrik, setahun yang mungkin "kurang berkesan" untuk menghabiskan umur di dunia. Karena sebagian besar waktu yang saya habiskan hanya berputar di dua tempat, kamar kost dan pabrik. Bangun tidur lalu berangkat kerja ke pabrik, selesai bekerja langsung pulang dengan tujuan utama kamar kost untuk segera beristirahat melepas lelah. Bahkan saking lelahnya, jika kehabisan uang saya lebih memilih pinjam dulu kepada kawan daripada pergi ke ATM untuk menarik uang.

Hari "membosankan" seperti ini membuat saya rindu dengan pekerjaan lama, yang bisa dalam satu hari 3 kali makan di tiga tempat yang berbeda. Salah satu hal sangat saya rindukan dari pekerjaan lama saya adalah naik speedboat  atau dalam bahasa daerah setempat (Palembang) sering disebut perahu kethek, yaa... naik kethek  menyusuri jalur sungai. Bukan tanpa alasan jika kami menggunakan kethek untuk menuju site yang akan kami kerjakan, alasannya karena daerah tersebut memang tidak dapat dijangkau menggunakan akses darat, dan akses melalui sungai adalah satu-satunya jalan untuk keluar-masuk daerah tersebut.

Pagi adalah waktu yang paling tepat untuk berangkat, karena kami biasanya men-charter perahu hanya untuk satu hari. Selalu kami usahakan menyelesaikan pekerjaan dalam satu hari, dan sore hari kami langsung balik ke Palembang. Perjalanan sore itulah yang membuat saya sangat terkesan. Perjalanan pulang sekitar 3 jam yang berisi lamunan, menyusuri jalur sungai buatan. Pemandangan semak belukar yang sangat sepi, tidak jarang kami melihat sekumpulan monyet yang sedang bermain meloncat kesana-kemari. Bergelantungan dari pohon satu ke pohon yang lain. Riang sekali mereka, bermain lepas. Seakan mereka berkata kepada saya, "tidak usah kamu pikirkan apa yang akan terjadi besok...semua sudah diatur olehNya".

Arus sungai yang tenang, kadang berkilatan terkena sinar mentari menambah damai dalam perjalanan itu. Sesekali perahu kami bersimpangan dengan perahu lain, hal itu membuat arus sungai menjadi berombak dan   mengakibatkan perahu yang kami tumpangi bergoyang. Tetapi sang pengemudi perahu sudah tahu apa yang harus dia lakukan, dengan tenang dia mengikuti arus sehingga tidak membuat perahu yang kami tumpangi jatuh. Mungkin itulah kiasan hidup ini, sesekali masalah tanpa diundang akan datang menerpa kita, membuat kita lupa akan tujuan hidup kita. Asal kita tenang dan tahu apa yang harus kita lakukan, niscaya masalah akan selesai tanpa harus ada pihak yang harus "jatuh".

Semilir angin yang masih segar kadang bercampur embun dari air sungai menambah segar suasana perjalanan pulang ke Palembang. Begitu juga sang mentari yang rupanya juga beranjak pulang, pemandangan sempurna untuk menutup hari. Perjalanan naik perahu kethek yang aku jalani memang dapat dihitung dengan jari. Tapi kenangan tentang perjalanan itu tidak akan aku lupakan seumur hidupku. karena sudut sepi jalur sungai Musi memang banyak memberi tahu aku tentang makna kehidupan ini.




 
Baratie - Blogger Templates, - by Templates para novo blogger Displayed on lasik Singapore eye clinic.