Saturday, October 01, 2011

(hanya lewat) di perkebunan teh Cisaruni - Garut

Setelah seminggu libur lebaran di kampung halaman, akhirnya saya harus kembali menjalani rutinitas bersama hari yang panas di Jakarta. Panas dan berdebu, jika seminggu saja kamar kost-ku tidak kubersihkan, bisa dipastikan debu akan memenuhi meja komputer, meja dispenser dan setiap sudut kamar kostku yang pengap. Kipas angin yang ada di kamar kost siang malam juga tidak pernah mati, padahal jika saya sedang di kampung halaman, saya paling alergi dengan benda yang bernama kipas angin.

Terkadang saat saya "menikmati" panasnya udara Jakarta, saya jadi ingat dengan beberapa tempat yang memiliki hawa dingin dan udara masih segar. Salah satu tempat itu adalah perkebunan teh Cisaruni - kabupaten Garut, Jawa Barat. Letaknya di daerah Cikajang, perjalanan sekitar setengah jam dari kota Garut menuju daerah Pameungpeuk.



Tujuan saya sebenarnya adalah daerah Pameungpeuk tersebut, lewat daerah Cikajang merupakan akses termudah kalau dari arah Bandung. Dari beberapa kali perjalanan, saya selalu menyempatkan diri untuk berhenti sekedar foto-foto ataupun hanya memandang keindahan perkebunan tersebut. Pemandangan alami pegunungan ditambah udara segar khas daerah Jawa Barat, benar-benar tempat sempurna menurut saya untuk melepas penat perjalanan. 

Apalagi dari beberapa kali perjalanan, kebetulan saya lewat daerah tersebut saat sore hari dan pagi hari. Saat matahari masih condong, momen yang tepat untuk menikamati keindahaan perkebunan tersebut. Pernah sekali saya lewat pada malam hari, lalu di tengah perjalanan sengaja kami mencari warung kopi untuk menghangatkan badan kami yang menggigil. Ternyata ada sensasi tersendiri saat minum kopi di pinggir jalan   sambil membuat api unggun asal jadi yang diselingi obrolan ringan bersama rekan-rekan kerja.

Tapi sebaiknya anda tidak mencoba lewat daerah tersebut pada malam hari, karena setelah lewat perkebunan tersebut anda akan lewat daerah yang warga setempat menyebutnya "Hutan Gelap". Bukan hanya benar-benar gelap karena tidak ada satupun lampu jalan yang menerangi, tapi menurut warga sekitar sering ada kejadian "mistis" yang menimpa warga ataupun pengguna jalan. Konon daerah tersebut merupakan tempat pelarian Prabu Siliwangi menjelang akhir-akhir masa kekuasaanya. 

Tapi apapun yang terjadi, menurut saya perkebunan Cisaruni tetap menjadi salah satu tempat paling indah yang pernah saya kunjungi. Bukti kebesaran dari sang Pencipta alam semesta dan seluruh isinya. 





Wednesday, August 17, 2011

Pertengahan Agustus

hari ini,
setahun kemarin aku berencana untuk pulang
mungkin perjalananku sedang lewat daerah Pekalongan,
bukan..bukan...tapi baru sampai Subang
berselimut tebal karena dinginya AC dalam bus

saat aku sampai rumah nanti,
banyak kawan dan kerabat yang ingin kukunjungi
lalu menikmati lembab udara malam,
berbincang tanpa peduli urusan orang
sambil tertawa dalam aroma teh khas kotaku

rencananya tak lagi kudengar suara bising snaper
ataupun orang yang berlari-lari mengejar laju konveyor
rencananya tak lagi kuhirup nanar udara khas pabrik,
tak lagi kulihat selokan kotor kota ini
rencananya...yaaa, rencananya.....


lihatlah sekarang...
laju hidup rupanya tak kuasa kubendung
dan akupun masih disini
masih tetap menghitung jam dan kalender,
dengan irama langkah yang sama

tidak...tidak.....
aku tidak sedikitpun menyesal dengan keputusan ini
mungkin masih banyak yang harus kupelajari disini
hidup memang selalu tentang keputusan
dan kurasa,
memang ini yang terbaik

aku akan tetap mengambil hikmah dari ini semua
rencanaku masih tetap setahun lagi,
karena itu semua juga rencana apalagi.....




Friday, July 15, 2011

semak sepi jalur sungai Musi

Tak terasa hampir setahun saya bekerja di pabrik, setahun yang mungkin "kurang berkesan" untuk menghabiskan umur di dunia. Karena sebagian besar waktu yang saya habiskan hanya berputar di dua tempat, kamar kost dan pabrik. Bangun tidur lalu berangkat kerja ke pabrik, selesai bekerja langsung pulang dengan tujuan utama kamar kost untuk segera beristirahat melepas lelah. Bahkan saking lelahnya, jika kehabisan uang saya lebih memilih pinjam dulu kepada kawan daripada pergi ke ATM untuk menarik uang.

Hari "membosankan" seperti ini membuat saya rindu dengan pekerjaan lama, yang bisa dalam satu hari 3 kali makan di tiga tempat yang berbeda. Salah satu hal sangat saya rindukan dari pekerjaan lama saya adalah naik speedboat  atau dalam bahasa daerah setempat (Palembang) sering disebut perahu kethek, yaa... naik kethek  menyusuri jalur sungai. Bukan tanpa alasan jika kami menggunakan kethek untuk menuju site yang akan kami kerjakan, alasannya karena daerah tersebut memang tidak dapat dijangkau menggunakan akses darat, dan akses melalui sungai adalah satu-satunya jalan untuk keluar-masuk daerah tersebut.

Pagi adalah waktu yang paling tepat untuk berangkat, karena kami biasanya men-charter perahu hanya untuk satu hari. Selalu kami usahakan menyelesaikan pekerjaan dalam satu hari, dan sore hari kami langsung balik ke Palembang. Perjalanan sore itulah yang membuat saya sangat terkesan. Perjalanan pulang sekitar 3 jam yang berisi lamunan, menyusuri jalur sungai buatan. Pemandangan semak belukar yang sangat sepi, tidak jarang kami melihat sekumpulan monyet yang sedang bermain meloncat kesana-kemari. Bergelantungan dari pohon satu ke pohon yang lain. Riang sekali mereka, bermain lepas. Seakan mereka berkata kepada saya, "tidak usah kamu pikirkan apa yang akan terjadi besok...semua sudah diatur olehNya".

Arus sungai yang tenang, kadang berkilatan terkena sinar mentari menambah damai dalam perjalanan itu. Sesekali perahu kami bersimpangan dengan perahu lain, hal itu membuat arus sungai menjadi berombak dan   mengakibatkan perahu yang kami tumpangi bergoyang. Tetapi sang pengemudi perahu sudah tahu apa yang harus dia lakukan, dengan tenang dia mengikuti arus sehingga tidak membuat perahu yang kami tumpangi jatuh. Mungkin itulah kiasan hidup ini, sesekali masalah tanpa diundang akan datang menerpa kita, membuat kita lupa akan tujuan hidup kita. Asal kita tenang dan tahu apa yang harus kita lakukan, niscaya masalah akan selesai tanpa harus ada pihak yang harus "jatuh".

Semilir angin yang masih segar kadang bercampur embun dari air sungai menambah segar suasana perjalanan pulang ke Palembang. Begitu juga sang mentari yang rupanya juga beranjak pulang, pemandangan sempurna untuk menutup hari. Perjalanan naik perahu kethek yang aku jalani memang dapat dihitung dengan jari. Tapi kenangan tentang perjalanan itu tidak akan aku lupakan seumur hidupku. karena sudut sepi jalur sungai Musi memang banyak memberi tahu aku tentang makna kehidupan ini.




Saturday, June 18, 2011

Catatan Menjelang Akhir Muda

Masa muda,
ada ribuan kata bijak yang bertutur tentang-nya, tapi...
seperti apakah aku sekarang?
hari ini aku merasa mulai menua
bukan masalah materi ataupun umur,
tapi lelah di pikiran menyumbat setiap sudut angan
perlahan menggerogoti ruang hati


aku tahu betul siapa diriku
syukur saja belum cukup untuk semua hal sampai hari ini
untuk keluarga...
untuk yang tercinta...
untuk sahabat...
karena mereka aku menjadi diriku

tanpa sedikitpun menyesali semua yang t'lah terjadi
inilah kehidupan
kadang tawa liar penuh kebahagiaan,
sesekali tangis pilu menyesakkan dada
dan hari pun 'kan tetap berganti
tanpa menunggu siapapun

"menjadi manusia yang lebih baik"
rasanya terlalu mudah untuk diucapkan
lantas bagaimana mewujudkannya?
seperti apa manusia yang baik?
baik untuk siapa?
ahh...dangkalnya pikiranku belum mampu menjawabnya
sejauh ini aku sudah memberikan yang terbaik,
kepada setiap pekerjaan, setiap kawan, bahkan musuhku
mungkin itu maksudnya?

tetapi...
maafkan hambamu ini yaa Rabb,
perintah-Mu belum banyak yang aku penuhi,
terlalu banyak larangan-Mu yang aku langgar..
syukur atas nikmat-Mu pun sebatas di bibir
walau aku sangat paham,
hanya Engkau obat untuk semua ke-gamangan yang aku alami


tetap saja aku manusia tolol
masih menjalani hari layaknya 'kan hidup abadi
mengejar dunia yang memang tak bertepi,
yang takkan pernah kutemui ujungnya

ya Rabb...
bisikkan suara merdu-Mu ke telinga yang dungu ini
agar hati yang congkak ini segera luluh dan kembali kepada-Mu
aku tak sudi membawa jiwa yang kotor ini menghadap-Mu
saat Engkau mengambil kembali nyawa ini
nanti...

                                                                                                                                         

Tuesday, May 17, 2011

Belajar Dari Sukijan

Sekitar delapan bulan terakhir ini, hampir setiap hari saya selalu bertemu dengan seseorang di tempat kerja saya. Dia masih muda, baru saja lulus sekolah tahun ajaran 2010 dari salah satu SMK di Kebumen. Namanya Sukijan, memang bukan nama yang keren lagi untuk remaja seumuran dia sekarang. Saat pertama kali bertemu dengannya, sekilas saya melihat penampilannya juga tidak jauh dari namanya, jika boleh mengutip kata-kata dari salah satu presenter di salah satu TV swasta, bisa dibilang "katrok". Orangnya tinggi kerempeng, bahkan jika berjalan mirip rerumputan yang bergoyang ditiup angin, melambai kesana-kemari. Ditambah  lagi jika dia berbicara menggunakan bahasa jawa khas Kebumen yang "ngapag", benar-benar menambah kesan katrok dalam dirinya.

Karena letak pos kami yang berdekatan, membuat kami sering ngobrol. Banyak yang kami bicarakan walaupun kebanyakan memang hal-hal yang sangat sepele, seperti kemarin malam tidur jam berapa, bla..bla..bla... Dari perbincangan yang hampir setiap hari itu membuat saya mengenal baik seorang rekan kerja saya yang bernama Sukijan.  Tapi semakin lama saya mengenalnya, saya semakin kagum dengan ketulusan dan cita-cita yang dia punya.

Pekerjaan yang diberikan kepadanya bukanlah pekerjaan yang gampang, bahkan beberapa "karyawan tetap" yang sudah 3-4 tahun bekerja tidak sanggup jika disuruh mengisi pos yang diisi oleh Sukijan. Selain banyak item yang harus dipasang,  pos Sukijan termasuk pos yang paling "rawan". Saya katakan rawan karena pekerjaan-nya beresiko merusakkan part  yang hendak dipasang. Jika sudah rusak, part tersebut sudah tidak bisa di repair lagi, bahkan harus dibongkar semua dan diganti dengan part yang baru. Karena itu sebagian besar dari kami menolak jika ditempatkan di pos tersebut, tapi seorang Sukijan berhasil menjalankan pekerjaannya dengan baik, kami semua benar-benar salut dengan hal itu.

Dia bercerita kepada saya bahwa dia memang berasal dari keluarga yang miskin. Ketika saya coba bertanya kepadanya, setelah selesai kontrak dari sini mau melanjutkan kemana. Dengan tegas dia menjawab ingin melanjutkan kuliah. Saya benar-benar malu kepadanya dan kepada diri saya sendiri, karena waktu saya lulus sekolah dulu tidak terbesit sedikitpun niat saya untuk melanjutkan kuliah. Boro-boro berpikir tentang kuliah, saat sekolah saja sama sekali saya tidak mengerti tentang pelajaran yang diajarkan di sekolah. Tapi sungguh tinggi cita-cita Sukijan, dia berkata jika hanya lulusan SMK langsung bekerja sampai kapanpun juga tetap akan menjadi buruh, tidak akan pernah "kerja enak" katanya. Sekali lagi saya hanya tersenyam kecut kepada diri saya sendiri, karena hampir 5 tahun ini saya merasakan sendiri bagaimana pahitnya menjadi seorang buruh.

Saat ada acara kumpul-kumpul sehabis kerja, saya meminjam handphone-nya. Dengan alasan minta lagu saya mencoba melihat selera musik Sukijan. Saya sedikit terkejut dengan selera musiknya, di handphone-nya sama sekali tidak ada musik melayu yang memang sedang menjadi hits  ABG saat ini. Beberapa nama "musisi berkelas" ada dalam playlist-nya, seperti Jason Mraz, Michael Buble dan Jamie Cullum. Sungguh berbeda dengan anak-anak ABG seumuran-nya, yang berpenampilan metal tapi selera musik  pop melayu. 

Beberapa minggu kemarin saya iseng bertanya kepadanya, sudah terkumpul berapa tabungan untuk kuliah. Dengan bahasa jawa ngapag-nya dia menjawab belum banyak, karena sebagian besar duitnya dipakai untuk membantu keluarga dulu, diiringi tawa cempreng-nya. Karena itu dia berkeinginan untuk menyambung kontrak setahun lagi, biar kuliahnya kelak bisa lancar katanya. walaupun  saya ikut menyesal mendengarnya, tapi saya tetap salut dengan ketulusan yang dimilikinya. Karena saya merasa, selama ini jarang sekali saya membantu keluarga. Sekali lagi Sukijan mengajarkan sebuah ketulusan  kepada saya.

Pelajaran paling berharga dari Sukijan adalah siapapun namanya, bagaimana-pun penampilanya, jangan pernah menganggap remeh padanya. Senang rasanya bisa mengenal seorang Sukijan, setelah berpisah nanti semoga saya bisa bertemu lagi denganya, saat Sukijan sudah berhasil menggapai cita-cita-nya.

Monday, May 16, 2011

Senja Yang Sama

menikmati langit senja disini,
dari ratusan tempat yang pernah kusinggahi
rasanya tak ada yang berbeda,
dan mentari pun selalu tergesa untuk pergi

biru kemerahan warna yang ditinggalkannya
menemani hati yang sepi
penuntun jalan untuk menemukan diri
walau awan hitam kadang mengusiknya,
tetap saja keindahannya tak dapat terganti


lalu,
satu persatu lampu jalan mulai beraksi
diiringi lantang suara adzan yang dikumandangkan
memaksa gerombolan kelelawar untuk segera menari


dan kini,
senja memang t'lah berlalu
tanpa memberitahu siapa diri
hanya harapan yang tersisa
semoga selalu terjaga dalam do'a



      Sunter, 16 Mei 2011

Tuesday, May 10, 2011

sesaat di Pagaralam

Sampai hari ini, saya merasa orang yang beruntung. Banyak pengalaman indah yang saya dapat dari perusahaan lama tempat saya bekerja dulu, walau mungkin dari segi materi (uang) saya kalah jauh dengan kawan-kawan saya yang lain, tapi saya tidak pernah menyesalinya. Salah satu pengalaman indah yang tidak akan mungkin saya lupakan, hampir semua daerah di provinsi Sumatera Selatan pernah saya kunjungi. Mulai dari daerah pedesaan yang dihuni penduduk asli, sampai daerah transmigrasi yang hanya bisa diakses melalui jalur sungai menggunakan speed boat.


Meski daerah Sumatera Selatan termasuk dataran rendah, tapi ada satu tempat yang bisa membuat saya tidak berani mandi kalau sudah waktu sudah melewati maghrib. Tempat itu adalah kota Pagaralam yang terkenal dengan gunung Dempo nya. Hanya sesekali saya mendapatkan kesempatan kerja di site area Pagaralam, itupun tidak pernah lama. Kadang hanya menginap semalam, dua malam, bahkan pernah jam 5 pagi saya bersama team berangkat dari Palembang, sesampai disana bekerja 3 jam setelah selesai kami langsung balik ke Palembang.

Perjalanan yang ekstrim karena melewati lereng-lereng gunung, ditambah pemandangan bukit dan perkebunan sayur yang hijau membuat perjalanan terasa begitu menyenangkan. Sesampai di site biasanya kami langsung mencari warung kopi, daerah Pagaralam merupakan salah satu daerah penghasil kopi terbaik di daerah Sumatera. Dan kopi yang dijual daerah sana juga masih kopi yang benar-benar asli, belum ada campuran bahan lain seperti kopi yang sudah dikemas oleh pabrik-pabrik. Penginapan langganan kami (saya lupa namanya) bukanlah Hotel mewah, tapi justru itu yang membuat saya benar-benar bisa menikmati segarnya udara daerah tersebut.


Mungkin karena  "jarang"  itulah mengapa saya selalu bersemangat jika ditugaskan ke daerah itu, bahkan sampai hari ini kadang-kadang saya masih  merindukan tempat itu. Masih jelas dalam memori otak kiri saya, bagaimana segarnya hawa di kaki gunung Dempo. Team kami yang biasanya bekerja sampai matahari tenggelam,  tidak kuasa menahan diri untuk segera menikmati kopi sore hari yang di suguhkan oleh warga setempat.

Kata terakhir yang saya sebut diatas juga menjadi salah satu hal yang membuat saya begitu suka dengan daerah tersebut. Maklum saja hampir selama 2,5 tahun saya muter-muter  di daerah Sumatera Selatan, jarang sekali saya saya menemui warga asli begitu ramah terhadap orang yang baru saja dikenal. Kawan saya pernah mengalami, waktu team-nya tiba di daerah Dempo Utara sekitar jam 2 dini hari. Kawan saya merasa sungkan mau membangunkan penjaga site, karena dikejar deadline, team-nya memilih langsung bekerja saat itu juga. Jika ditempat lain mungkin mereka akan diteriaki maling ataupun akan diusir oleh warga setempat, tapi hal itu tidak terjadi di Pagaralam. Bahkan penjaga site yang terbangun gara-gara suara berisik malah menyuguhkan kopi untuk team-nya. Sungguh luar biasa ramah warga didaerah kaki gunung Dempo.

Dua foto kawan saya diatas rasanya sudah cukup untuk menggambarkan bagaimana asri-nya daerah kaki gunung Dempo. Saya berharap, suatu hari nanti saya bisa kembali kesana.

Tuesday, May 03, 2011

Selamat datang di Blog saya..

Blog yang sebenarnya saya buat atas dasar iseng, tapi kemudian saya terlalu asyik dengan blog ini, Haha..

Nama BARATIE sendiri sebenarnya adalah tempat di salah satu cerita anime One Piece, tempat asal Sanji yang merupakan salah satu kru dari kelompok Bajak Laut Topi Jerami. Saya menggunakan nama tersebut karena karakter yang ditampilkan seorang Sanji bisa dikatakan mirip dengan saya. Saya memang tergila-gila dengan anime buatan Eiichiro Oda tersebut, tapi di Blog ini saya tidak akan membahas tentang Baratie, Sanji ataupun One Piece, karena saya rasa sudah banyak sekali  Blogg ataupun Forum yang membahas tentang itu semua.

Oh iya...mohon maaf juga bila ada yang merasa tersinggung dengan tulisan di Blog ini. Sungguh tidak ada niat saya untuk menyinggung pribadi ataupun lembaga tertentu. Yang saya tulis di Blog ini benar-benar merupakan pengalaman pribadi saya yang awam tentang kehidupan.

Well...pada akhirnya inilah Blog saya...tempat saya mengeluarkan uneg-uneg tentang kehidupan yang saya jalani (bukan bermaksud untuk curhat)...semoga bermanfaat bagi saya sendiri...apalagi jika bisa bermanfaat bagi kawan-kawan semua.


Sunday, April 10, 2011

Kabar Dari Bandung

Sekitar akhir tahun 2009 sampai pertengahan tahun 2010 saya bekerja di sebuah kontraktor yang kebetulan (lebih tepat disebut takdir) mengerjakan proyek di area Jawa Barat. Selama waktu itu juga team kami menyewa sebuah mobil dan satu kamar kost di daerah Cibiru, Bandung. Walaupun hanya beberapa bulan, rasanya sudah cukup bagi saya untuk mengenal keluarga pemilik kost, yang kebetulan lagi mereka menerima kami dengan baik.

Ibu kost yang saya tempati seorang janda yang kaya raya, selain punya kost dia juga punya loss di Pasar Induk Gede Bage, pasar buah terbesar di  Jawa Barat. Anak kedua sebelum terakhir (kakang ragil dalam bahasa Jawa) adalah pemilik mobil yang kami sewa, sedangkan anak terakhir ibu kost seorang pemuda (pada saat itu berusia sekitar 19 th.) yang masih sekolah di salah satu  SMA di daerah Cimahi. Walaupun sekolah di daerah Cimahi, tetapi dia lebih sering menghabiskan waktu di Bandung.

Cuaca di kota Bandung yang dingin, membuat hobi saya minum kopi dan bengong semakin menjadi-jadi, hampir tiap malam saya selalu menghabiskan waktu di teras rumah, kadang-kadang sampai larut malam untuk ngopi dan ngobrol dengan dua anak ibu kost yang saya ceritakan. Dari acara ngopi dan mengobrol itu juga saya semakin mengenal dan mengerti tentang keluarga besar mereka.

Pertengahan tahun 2010 saya memutuskan untuk keluar dari pekerjaan, dengan alasan klasik "ingin mencari yang lebih baik". Saya sempat pamitan dengan Ibu kost dan anak-anaknya, tapi saya belum sempat berpamitan dengan anak ibu kost yang terakhir. Walaupun sudah tidak bertemu langsung, tapi kami masih sempat chatting sekedar saling tanya kabar melalui jejaring sosial Facebook. 

Belum genap seratus hari saya mendengar kabar Ibu kost meninggal dunia, Sabtu pagi, 3 April 2011 handphone saya berdering. Seorang kawan saya yang sedang berada di Flores menelpon, dengan nada yang tergesa-gesa dan gemetar dia mengabarkan, anak terakhir Ibu kost meninggal dunia karena bunuh diri. Seketika jantungku berdetak kencang persis seperti saat naik roller coaster  di Dufan. Butuh beberapa saat untuk membuat aku benar-benar percaya berita itu, yang ada dikepalaku saat itu adalah sederet kata dan sebuah tanda tanya besar, "hal apa yang membuat dia nekat melakukan hal itu..??".

Menurut penilaian saya dia bukanlah tipe pemuda yang nekat, dari segi kebutuhan dia sudah lebih dari cukup bahkan paling tajir diantara teman-temannya. Dari segi asmara, dia  juga sering gonta-ganti pacar. Setelah saya cari-cari di kontak handphone, saya menemukan nomor telepon seorang temannya dan seketika itu juga langsung saya hubungi. Dengan nada bicara yang kurang begitu jelas, dia mengatakan kepada saya penyebab bunuh dirinya karena pacarnya.

Bahkan sampai saat ini saya masih gemetar jika membayangkan bagaimana detik-detik terakhir saat dia hendak melakukan hal itu, bagaimana rasa sakit yang dia rasakan, dan apa yang sebenarnya terjadi sampai-sampai dia nekat melakukan hal itu. Saya sendiri pernah merasakan bagaimana pahitnya patah hati yang (mungkin saja) lebih dahsyat daripada yang dia alami, tapi tidak ada sedetikpun di pikiran saya untuk melakukan hal itu.  Menurut pemikiran saya, mungkin yang membuat dia sampai  nekat melakukan hal itu karena dia terlalu dimanja dengan kerasnya hidup ini, maklum dia anak bontot dan hanya dia sendiri yang belum berkeluarga.

Yang bisa saya lakukan sekarang hanya berucap "selamat jalan kawan", sembari berdoa semoga engkau diterima di sisiNya, walaupun dalam ajaran agama yang saya yakini hal itu tidak mungkin. Karena tindakan yang dia lakukan adalah hal yang dilarang keras, dan tidak ada tempat kembali baginya. Pelajaran juga bagi saya untuk lebih menghargai hidup yang saya jalani dan tetap tegar menghadapi pahitnya hidup ini, karena sesungguhnya tidak ada ujian hidup yang Dia berikan melebihi beban yang sanggup ditanggung hambaNya.

Saturday, March 19, 2011

Sedikit Cerita Dari Pabrik

Saat menulis ini, saya adalah sebuah buruh kontrak di sebuah pabrik besar di Jakarta. Pabrik tempat saya bekerja saat ini memproduksi alat transportasi yang umumnya dipakai kalangan menengah keatas. Dalam pelaksanannya, setiap hari kami (buruh) bekerja memasang setiap part mulai dari screw terkecil sampai memasang sheet untuk duduk tuan atau nyonya besar, agar pantat mulus mereka tetap nyaman. Walaupun pada kenyataannya, mungkin sebagian dari kami belum pernah merasakan nyamanya unit yang kami rakit, ironis memang.

Setiap awal kerja kami selalu melakukan senam dan juga breefing, dan yang paling penting kami selalu dijejali kata-kata "EFISIENCY". Sebuah kata yang terdengar sangat keren memang. Yang maksudnya adalah hasil pekerjaan kami setiap hari, hasil kerja kami dihitung berdasarkan "waktu kerja dibagi jumlah unit yang kami rakit  = sekian (%)".

Jika ada problem yang disebabkan kesalahan internal ataupun eksternal, hal itu akan membuat jumlah unit yang kami rakit menurun. karena hal itu akan membuat conveyor berhenti dan secara otomatis juga efisiency kami menurun. Tapi jika dipandang dari segi jam kerja kami, hal itu akan membuat jam kerja kami lebih panjang, karena pabrik mempunyai target hasil produksi juga tentunya. yang dalam bahasa sederhananya, jika pabrik ingin target mereka tercapai, mau tak mau mereka harus menambah JAM LEMBUR. Yang artinya gaji yang kami terima setip bulan akan lebih banyak  juga.

Pada hari Jum'at tanggal 18 Maret 2011, pencapaian efisiency kami mencapai 98 %. Hal yang menggembirakan bagi manajeman tentunya.

Dengan heran saya melihat sekeliling, melihat teman-teman saya terlihat sangat bangga juga dengan angka yang telah kami capai. Bahkan ada yang bertepuk tangan layaknya melihat team favoritnya memenangkan pertandingan final. Dan saya juga sangat yakin pada hari kerja berikutnya, pada saat breefing bersama, (hampir) semua dari kami akan bertepuk tangan serupa.

Padahal jika mereka mau berpikir sedikit lebih panjang, sebenarnya apa yang mereka dapat dengan pencapaian itu?? dengan jelas saya katakan TIDAK ADA...!!! Hampir sebagian besar dari kami adalah pekerja kontrak, yang bisa saja setiap saat "dibuang" . Dengan pencapaian itu juga berarti jam lembur kami telah berkurang, berarti gaji yang kami terima pada akhir bulan akan berkurang. Lalu apa sebenarnya yang membuat mereka begitu bangga dengan pencapain itu..??? Apakah karena botol minuman yang seringkali haya bisa kami lihat saat kami kehausan, karena untuk minum harus menunggu linestop...??? atau handuk kecil yang sering kami gunakan untuk mengelap keringat yang membuat basah seluruh pakaian kami...??? Sekali lagi saya pastikan...hanya KEBODOHAN yang membuat mereka ikut bangga.

Sungguh hebat mereka yang memberikan "apresiasi" berupa botol minuman dan handuk kecil, dan sungguh BODOH mereka yang bertepuk tangan ikut bangga dengan pencapain itu.

 
Baratie - Blogger Templates, - by Templates para novo blogger Displayed on lasik Singapore eye clinic.