Sunday, April 10, 2011

Kabar Dari Bandung

Sekitar akhir tahun 2009 sampai pertengahan tahun 2010 saya bekerja di sebuah kontraktor yang kebetulan (lebih tepat disebut takdir) mengerjakan proyek di area Jawa Barat. Selama waktu itu juga team kami menyewa sebuah mobil dan satu kamar kost di daerah Cibiru, Bandung. Walaupun hanya beberapa bulan, rasanya sudah cukup bagi saya untuk mengenal keluarga pemilik kost, yang kebetulan lagi mereka menerima kami dengan baik.

Ibu kost yang saya tempati seorang janda yang kaya raya, selain punya kost dia juga punya loss di Pasar Induk Gede Bage, pasar buah terbesar di  Jawa Barat. Anak kedua sebelum terakhir (kakang ragil dalam bahasa Jawa) adalah pemilik mobil yang kami sewa, sedangkan anak terakhir ibu kost seorang pemuda (pada saat itu berusia sekitar 19 th.) yang masih sekolah di salah satu  SMA di daerah Cimahi. Walaupun sekolah di daerah Cimahi, tetapi dia lebih sering menghabiskan waktu di Bandung.

Cuaca di kota Bandung yang dingin, membuat hobi saya minum kopi dan bengong semakin menjadi-jadi, hampir tiap malam saya selalu menghabiskan waktu di teras rumah, kadang-kadang sampai larut malam untuk ngopi dan ngobrol dengan dua anak ibu kost yang saya ceritakan. Dari acara ngopi dan mengobrol itu juga saya semakin mengenal dan mengerti tentang keluarga besar mereka.

Pertengahan tahun 2010 saya memutuskan untuk keluar dari pekerjaan, dengan alasan klasik "ingin mencari yang lebih baik". Saya sempat pamitan dengan Ibu kost dan anak-anaknya, tapi saya belum sempat berpamitan dengan anak ibu kost yang terakhir. Walaupun sudah tidak bertemu langsung, tapi kami masih sempat chatting sekedar saling tanya kabar melalui jejaring sosial Facebook. 

Belum genap seratus hari saya mendengar kabar Ibu kost meninggal dunia, Sabtu pagi, 3 April 2011 handphone saya berdering. Seorang kawan saya yang sedang berada di Flores menelpon, dengan nada yang tergesa-gesa dan gemetar dia mengabarkan, anak terakhir Ibu kost meninggal dunia karena bunuh diri. Seketika jantungku berdetak kencang persis seperti saat naik roller coaster  di Dufan. Butuh beberapa saat untuk membuat aku benar-benar percaya berita itu, yang ada dikepalaku saat itu adalah sederet kata dan sebuah tanda tanya besar, "hal apa yang membuat dia nekat melakukan hal itu..??".

Menurut penilaian saya dia bukanlah tipe pemuda yang nekat, dari segi kebutuhan dia sudah lebih dari cukup bahkan paling tajir diantara teman-temannya. Dari segi asmara, dia  juga sering gonta-ganti pacar. Setelah saya cari-cari di kontak handphone, saya menemukan nomor telepon seorang temannya dan seketika itu juga langsung saya hubungi. Dengan nada bicara yang kurang begitu jelas, dia mengatakan kepada saya penyebab bunuh dirinya karena pacarnya.

Bahkan sampai saat ini saya masih gemetar jika membayangkan bagaimana detik-detik terakhir saat dia hendak melakukan hal itu, bagaimana rasa sakit yang dia rasakan, dan apa yang sebenarnya terjadi sampai-sampai dia nekat melakukan hal itu. Saya sendiri pernah merasakan bagaimana pahitnya patah hati yang (mungkin saja) lebih dahsyat daripada yang dia alami, tapi tidak ada sedetikpun di pikiran saya untuk melakukan hal itu.  Menurut pemikiran saya, mungkin yang membuat dia sampai  nekat melakukan hal itu karena dia terlalu dimanja dengan kerasnya hidup ini, maklum dia anak bontot dan hanya dia sendiri yang belum berkeluarga.

Yang bisa saya lakukan sekarang hanya berucap "selamat jalan kawan", sembari berdoa semoga engkau diterima di sisiNya, walaupun dalam ajaran agama yang saya yakini hal itu tidak mungkin. Karena tindakan yang dia lakukan adalah hal yang dilarang keras, dan tidak ada tempat kembali baginya. Pelajaran juga bagi saya untuk lebih menghargai hidup yang saya jalani dan tetap tegar menghadapi pahitnya hidup ini, karena sesungguhnya tidak ada ujian hidup yang Dia berikan melebihi beban yang sanggup ditanggung hambaNya.

 
Baratie - Blogger Templates, - by Templates para novo blogger Displayed on lasik Singapore eye clinic.